Mempercepat Transformasi Menuju Era Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, Pemerintah Terbitkan Aturan Baru, Pergerakan yang Cepat

Share This Post

Author: Ricka Kartika Barus, S.H.M.H.LL.M, Alqadri Rahman S.H. & Ghian Grimaldi Hamid,
Editor: Joseph Fajar Simatupang S.H.

Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada akhir tahun 2021, terdapat sebanyak 143,8 juta unit jumlah kendaraan bermotor yang tersebar di Indonesia. Angka tersebut dapat dikatakan mengalami peningkatan yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan jumlah pada tahun sebelumnya, yakni sebanyak 136,1 juta unit.1 Kondisi ini tentu menimbulkan persoalan bagi pemerintah terkait dengan tingginya angka kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) nasional. Mengingat sebagian besar BBM tersebut harus diimpor, maka beban keuangan negara pun juga semakin meningkat. Di sisi lain, jumlah kendaraan bermotor yang begitu banyak juga telah menyebabkan pencemaran udara yang berlebih. Perlu diketahui bahwa 60 (enam puluh) persen polusi udara di Indonesia telah disebabkan oleh kendaraan bermotor. 2 Oleh karenanya, untuk menjawab terhadap pemenuhan kebutuhan atas jumlah kendaraan bermotor, maka kedua permasalahan tersebut, pemerintah telah meluncurkan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai.

Karena sifatnya yang praktis dan ramah lingkungan, pemerintah berkomitmen untuk mendukung penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Hal ini dapat terlihat dari dikeluarkannya sejumlah regulasi, di antaranya:

  1. Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) untuk Transportasi Jalan;
  2. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 44 Tahun 2020 tentang Pengujian Tipe Fisik Kendaraan Bermotor dengan Motor Penggerak Menggunakan Motor Listrik;
  3. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 13 Tahun 2020 tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai;
  4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2021;
  5. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27 Tahun 2020 tentang Spesifikasi, Peta Jalan Pengembangan, dan Ketentuan Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Permenperin 27/2020).

Namun sebagai upaya pemerintah dalam mengakselerasi pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai di Indonesia, pemerintah akhirnya menerbitkan peraturan baru yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6 Tahun 2022 tentang Spesifikasi, Peta Jalan Pengembangan, dan Ketentuan Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Permenperin 6/2022). Alasan dibalik penerbitan peraturan tersebut adalah dikarenakan Permenperin 27/2020 yang dirasa sudah tidak sesuai dengan pengembangan industri dalam negeri, sehingga perlu dicabut dan diganti. 3 Kedua peraturan menteri perindustrian tersebut pada dasarnya mencakup hal yang sama, antara lain:

  1. Spesifikasi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai;
  2. Peta Jalan Pengembangan Industri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Nasional;
  3. Ketentuan Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN);
  4. Verifikasi dan Sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN); dan
  5. Pengawasan dan Evaluasi.

Namun, ketentuan pada setiap bidang tersebut telah direvisi dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat ini. Berikut adalah ketentuan yang ditetapkan dalam Permenperin 6/2022:

Spesifikasi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai

Dalam Pasal 2 Permenperin 6/2022, telah dijelaskan bahwa kendaraan bermotor listrik berbasis baterai tidak hanya meliputi kendaraan yang beroda empat atau lebih dan kendaraan yang beroda dua atau tiga. Untuk yang beroda empat atau lebih, tetapi lain halnya yaitu dalam hal ini mencakup kendaraan bermotor untuk pengangkutan sepuluh orang atau lebih (termasuk pengemudi), mobil dan kendaraan bermotor lainnya yang dirancang untuk pengangkutan orang (termasuk station wagon dan mobil balap), kendaraan bermotor untuk pengangkutan barang, serta sasis yang dilengkapi dengan mesin yang telah digantikan oleh motor listrik.

Kemudian berdasarkan Pasal 3 Permenperin 6/2022, dapat dipahami bahwa spesifikasi dari kendaraan bermotor listrik berbasis baterai diharuskan untuk memiliki tiga fungsi, yakni:

  1. Penggunaan daya motor listrik (kW);
  2. Pemanfaatan kapasitas baterai (kWh); dan
  3. Pengisian ulang daya listrik (pengisian langsung atau penukaran Baterai).

Kendaraan bermotor listrik berbasis baterai tersebut namun harus memenuhi persyaratan teknis hingga dapat dinyatakan laik jalan. Sementara terkait dengan pemanfaatan kapasitas baterai (kWh), Permenperin 6/2022 telah menetapkan persyaratan spesifikasi yang harus dipenuhi, yaitu:

  1. Paling sedikit 10 kWh (untuk kendaraan yang beroda empat atau lebih); atau
  2. Paling sedikit 1,3 kWh (untuk kendaraan yang beroda dua atau tiga).

Peta Jalan Pengembangan Industri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Nasional

Pemerintah telah menetapkan peta jalan pengembangan industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk tahun 2020 hingga 2031. Dengan demikian, segala kebijakan dan strategi akan disesuaikan dengan roadmap tersebut. Terkait dengan cakupannya, roadmap tersebut menjelaskan berbagai komponen serta menetapkan target minimum capaian Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Untuk kendaraan yang beroda empat atau lebih, pemerintah menargetkan akan mencapai minimum 80% pada tahun 2030. Sementara untuk kendaraan yang beroda dua atau tiga, pemerintah menargetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sudah mencapai minimum 80% sejak tahun 2026 dan hendaknya pemerintah dapat mencapai target ini dengan baik.

Berdasarkan Pasal 5 Permenperin 6/2022, peta jalan pengembangan industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dilaksanakan dengan berkoordinasi dengan:

  1. Kementerian/lembaga terkait;
  2. Pemerintah daerah;
  3. Perusahaan industri;
  4. Perguruan tinggi; dan
  5. Lembaga penelitian dan pengembangan.

Koordinasi dalam hal ini akan dilakukan oleh Menteri, dimana evaluasi lintas sektoral dapat dilaksanakan dengan minimum satu kali dalam satu tahun dan sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Ketentuan Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)

Mengenai penghitungan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), Permenperin 6/2022 dan Permenperin 27/2020 cukup berbeda dalam hal persyaratan komposisinya. Berikut adalah ketentuan komposisi pada Permenperin 6/2022:

Dalam Pasal 8 Permenperin 6/2022, telah disebutkan bahwa penghitungan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) meliputi penghitungan kegiatan pada aspek manufaktur, perakitan, dan pengembangan. Penjelasan mengenai penghitungan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada ketiga aspek tersebut akan dijabarkan sebagai berikut:

ASPEK MANUFAKTUR

Berdasarkan Pasal 9 Permenperin 6/2022, nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk aspek manufaktur diperoleh dari akumulasi persentase Komponen Dalam Negeri (KDN) dari masing-masing rincian komponen utama atau komponen pendukung, dimana persentase tersebut diperhitungkan berdasarkan komposisi dari Komponen Dalam Negeri (KDN). Hal ini pada dasarnya sama seperti yang diatur pada Permenperin 27/2020. Perbedaan hanya terletak pada komposisi dari setiap komponen tersebut, antara lain:

ASPEK PERAKITAN

Dalam Pasal 21 Permenperin 6/2022, telah dijelaskan bahwa nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk aspek perakitan diperoleh dari kegiatan perakitan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai yang meliputi:

  1. Penyambungan rangka, bodi dan/atau sasis;
  2. Pengecatan;
  3. Perakitan komponen utama dan komponen pendukung hingga menjadi kendaraan utuh; dan
  4. Pengujian dan pengendalian mutu.

Untuk penghitungan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), hal ini dilakukan berdasarkan pemanfaatan tenaga kerja dalam negeri pada seluruh kegiatan perakitan dan penggunaan alat kerja pada kegiatan perakitan. Dapat dilihat dari Pasal 22 Permenperin 6/2022 bahwa ketentuan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk tahun 2020-2023 dihitung berdasarkan komposisi dari pemanfaatan tenaga kerja dan penggunaan alat kerja, yang mana keduanya sama-sama sebesar 10%. Sementara untuk tahun 2024 dan selanjutnya, komposisi pemanfaatan tenaga kerja dan penggunaan alat kerja sama-sama sebesar 6%. Nantinya nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk aspek perakitan akan didapatkan dengan mengakumulasi kedua aspek tersebut.

ASPEK PENGEMBANGAN

Pasal 25 Permenperin 6/2022 menyatakan bahwa penghitungan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk aspek pengembangan dilakukan berdasarkan kegiatan penelitian dan pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai yang dilakukan. Untuk penghitungan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), hal ini akan bergantung pada tiga aspek, yakni:

  1. Pengembangan berbasis aktivitas penelitian dan pengembangan;
  2. Pengembangan berbasis investasi dibidang penelitian dan pengembangan untuk roda empat atau lebih; atau
  3. Pengembangan berbasis investasi dibidang penelitian dan pengembangan untuk roda dua atau tiga.

Untuk aspek pengembangan berbasis aktivitas penelitian dan pengembangan, Pasal 26 Permenperin 6/2022 menjelaskan bahwa penghitungan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam hal ini dihitung berdasarkan kepemilikan:

  1. Dokumen penelitian dan pengembangan tersedia dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa lnggris;
  2. Divisi atau bagian yang bergerak dalam bidang penelitian dan pengembangan dalam struktur organisasi perusahaan; dan/atau
  3. Tenaga kerja/peneliti yang memiliki tugas pokok dan fungsi hanya pada divisi atau bagian sebagaimana dimaksud dalam huruf b.

Apabila memenuhi semua unsur tersebut, maka nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) mencapai sekitar 100%. Apabila hanya mampu memenuhi dua unsur saja, maka nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) adalah sebesar 80%. Dan apabila hanya mampu memenuhi satu unsur, maka nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) adalah sebesar 50%. Sementara apabila tidak mampu memenuhi semua unsur tersebut, maka nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) adalah sebesar 0%.

Kemudian untuk aspek pengembangan berbasis investasi dibidang penelitian dan pengembangan, Pasal 27 Permenperin 6/2022 menjelaskan bahwa nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditetapkan berdasarkan proposal pengembangan investasi yang memuat ketentuan mengenai kegiatan pendirian pusat penelitian dan pengembangan maupun rencana penanaman modal di bidang penelitian dan pengembangan.

Verifikasi dan Sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)

Berdasarkan Pasal 28 dan Pasal 29 Permenperin 6/2022, pemohon melakukan penghitungan sendiri nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), dimana hasil penghitungan tersebut kemudian akan diverifikasi oleh Lembaga Verifikasi yang ditetapkan oleh Menteri. Terkait dengan verifikasi, Pasal 31 ayat (2) Permenperin 6/2022 menjelaskan bahwa hal ini dilaksanakan untuk menilai kebenaran dokumen permohonan dan hasil penghitungan sendiri nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Nantinya, Lembaga Verifikasi akan memberikan laporan hasil verifikasi yang mencantumkan paling sedikit:

  1. Ringkasan eksekutif hasil verifikasi;
  2. Data dan informasi pemohon;
  3. Penilaian keaslian dokumen perizinan;
  4. Kapasitas terpasang dan fasilitas produksi;
  5. Merek, jenis, model, tipe dan varian kendaraan bermotor listrik berbasis baterai yang diverifikasi; dan
  6. Rekapitulasi hasil penghitungan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).4

Untuk sertifikat, Pasal 35 ayat (1) Permenperin 6/2022 menyatakan bahwa nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang berlaku tercantum dalam sertifikat. Namun berbeda dengan ketentuan pada Permenperin 27/2020, pemohon kini harus menghitung sendiri nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimum satu kali dalam satu tahun sejak dikeluarkannya sertifikat tersebut.5

Pengawasan dan Evaluasi

Menurut Pasal 37 Permenperin 6/2022, pengawasan dan evaluasi dilakukan oleh Direktur Jenderal minimum satu kali dalam satu tahun. Untuk melakukan tugas tersebut, Direktur Jenderal diberikan hak untuk membentuk tim pengawas dan evaluasi, yang kemudian akan memberikan laporan hasil kegiatannya kepada Direktur Jenderal. 6 Apabila Direktur Jenderal sudah memiliki laporan hasil pengawasan dan evaluasi, maka laporan tersebut akan disampaikan kepada Menteri. Namun apabila Direktur Jenderal melihat adanya kesalahan dalam sertifikat terkait nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), maka Direktur Jenderal harus melampirkan rekomendasi tindak lanjut hasil pengawasan dan evaluasi dalam laporannya, yang berupa usulan pencabutan sertifikat dan pengembalian insentif. 7

Dengan adanya industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, negara akan meraih banyak keuntungan seperti terciptanya peluang investasi dan lapangan kerja, berkurangnya beban keuangan negara, serta udara yang semakin bersih. Namun diluar itu, untuk mewujudkan target pemerintah yang ditetapkan dalam Peta Jalan Pengembangan Industri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Nasional, pemerintah dianjurkan untuk tidak hanya fokus terhadap aspek regulasi, melainkan juga ekosistem secara keseluruhan. Hal ini berarti perlu adanya keterlibatan dari para pemangku kepentingan pada industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, seperti produsen baterai dan konsumen. Oleh karenanya, sosialisasi juga perlu dilakukan oleh pemerintah guna dapat memastikan para pihak tersebut mengetahui dan memahami kebijakan dan strategi pemerintah, serta untuk menyatukan visi dan misi dalam mewujudkan percepatan penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai di Indonesia.

Adapun berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penerbitan Permenperin 6/2022 merupakan bukti komitmen pemerintah dalam mempercepat transformasi menuju era kendaraan bermotor listrik berbasis baterai di Indonesia. Ketentuan dalam hal ini diperbarui agar dapat sesuai dengan pengembangan industri dalam negeri.

1 Dataindonesia.id, “Jumlah Kendaraan Bermotor di 8 Provinsi Ini Paling Sedikit”,
https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/jumlah-kendaraan-bermotor-di-8-provinsi-ini-palingsedikit, diakses pada 15 Mei 2022.
2 Suara.com, “MPR: Kendaraan Bermotor Jadi Penyumbang Terbesar Polusi Udara”,
https://www.suara.com/otomotif/2021/05/31/170000/mpr-kendaraan-bermotor-jadipenyumbang-terbesar-polusi-udara, diakses pada 15 Mei 2022.
3 Bagian “Menimbang” dalam Permenperin 6/2022.
4 Pasal 32 ayat (2) Permenperin 6/2022.
5 Pasal 36 ayat (1) ) Permenperin 6/2022.
6 Pasal 38 Permenperin 6/2022.
7 Pasal 39 Permenperin 6/2022.

More To Explore