PEMERINTAH MENERBITKAN PERATURAN DALAM RANGKA PERCEPATAN BAURAN ENERGI BARU TERBARUKAN

Share This Post

Author: Joseph Fajar Simatupang S.H.


Guna meningkatkan investasi dan mempercepat pencapaian target bauran energi terbarukan dalam bauran energi nasional sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional serta penurunan emisi gas rumah kaca, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 (Perpres 112/22) tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Listrik adalah energi yang sifatnya strategis dan sangat urgent bagi hajat hidup manusia, Pemerintah masih terus berkomitmen serta berupaya untuk membebaskan Indonesia dari krisis energi terutama listrik dengan meningkatkan nilai energi listrik melalui investasi dengan memanfaatkan energi terbarukan.

Adapun cakupan yang termuat dalam Perpres 112/22 yang akan dibahas dalam artikel ini mencakup:

  1. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL)
  2. Mekanisme, kontrak, dan harga pembelian tenaga listrik;
  3. Dukungan pemerintah;
  4. Pemantauan dan pengawasan.

A. RUPTL

RUTPL yang dibentuk oleh PT.PLN harus memperhatikan pengembangan energi terbarukan sesuai target rencana umum ketenagalistrikan nasional dengan melihat nilai ekonomi pembangkit listrik yang dapat ditentukan melalui permintaan dan penawaran akan energi listrik.

RUTPL harus dilaksanakan dengan mengutamakan pembelian listrik dan pembangkit tenaga listrik dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan. Disatu sisi dalam operasi pembangkit tenaga listrik dengan energi terbarukan dilakukan secara terus menerus dengan catatan harus sesuai dengan karakteristik sumber daya pembangkit dan kesiapan sistem kelistrikan setempat dalam hal terjadi kondisi beban rendah. Dalam hal pelaksanaan RUTPL dalam hal pembelian listrik dan pembangkit tenaga llistrik berdasarkan sumber energi terbarukan harus mengutamakan pemakaian produk dalam negeri.[1]

Dalam proses transisi tenaga kelistrikan, Pemerintah juga bertanggung jawab menyusun peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Peta percepatan yang dimaksud dengan memperhatikan pengurangan emisi gas rumah kaca PLTU, strategi percepatan pengakhiran masa operasional PLTU, keselarasan antar kebijakan yang berkaitan.

Adapun pengembangan PLTU dilarang kecuali untuk[2]:

  1. PLTU yang termasuk dalam RUPTL yang ditetapkan sebelum diterbitkannya Peraturan Presiden 112/2022; atau
  2. PLTU yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  3. Terintegrasi dengan industri yang dibangun untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam atau bagian dari proyek strategis nasional  
  4. Berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca minimal 35% dalam waktu 10 tahun sejak PLTU beroperaso melalui pengembangan teknologi, carbon offset dan/atau bauran energi terbarukan; dan
  5. Berhenti beroperasi paling lambat tahun 2050.

Dalam hal meningkatkan proporsi energi terbarukan yang membentuk bauran penyediaan energi listrik dan dengan memperhatikan keseimbangan pasokan dan permintaan energi listrik, PT PLN (Persero) akan mempercepat pengakhiran waktu operasi PLTU milik sendiri dan Kontrak PJBL (Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik) PLTU yang dikembangkan oleh PPL (Para Pengembang Pembangkit Listrik. Percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU wajib mempertimbangkan kapasitas, usia pembangkit, utilitas, emisi gas rumah kaca PLTU, dan nilai tambah ekonomis.[3]

B. Mekanisme, Kontrak dan Harga Pembelian Tenaga Listrik

PT PLN (Persero) dituntut untuk memprioritaskan pembelian tenaga listrik dari Pembangkit Listrik Energi Terbarukan. Pembangkit tenaga listrik tersebut dapat dimiliki seluruhnya oleh badan usaha atau sebagian/seluruhnya dimiliki oleh pemerintah menyangkut[4]:

  1. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (“PLTP”)
  2. Pembangkit Listrik Tenaga Air (“PLTA”)
  3. Pembangkit Listrik Tenaga Surya Fotovoltaik (“PLTS Fotovoltaik”)
  4. Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (“PLTB”)
  5. Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (“PLTBm”)
  6. Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (“PLTBg”)
  7. Pembangkit Listrik Tenaga Energi Laut (“PLT Energi Laut”)
  8. Pembangkit Listrik Tenaga Bahan Bakar Nabati (“PLT BBN”).

Dalam hal pembelian Tenaga Listrik dari pembangkit dilakukan melalui mekanisme tertentu, dan masing-masing mekanisme digunakan untuk jenis pembangkit tenaga listrik yang berbeda.[5]

  1. Dalam hal BUMN terdiri atas 2 (dua) mekanisme, diantaranya:
  2. Penunjukan lansung:
  3. PLTA yang memanfaatkan tenaga air dari waduk/bendungan/saluran irigasi yang pembentukannya ditetapkan sebagai barang milik negara multi guna;
  4. PLTP yang diselenggarakan oleh pemegang izin panas bumi, pemegang kuasa pengusaha sumber daya panas bumi, pemegang kontrak operasi bersama  pengusahaan sumber daya panas bumi, dan pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi;
  5. Peningkatan kapasitas PLTP, PLTA, PLTS Fotovaltaik, PLTB, PLTBm, atau PLTBg;
  6. Kelebihan tenaga listrik dari PLTP, PLTA, PLTBm, dan PLTBg.
  7. Pemilihan langsung:
  8. PLTA;
  9. PLTS atau PLTB Fotovoltaik yang dilengkapi atau tidak dilengkapi dengan fasilitas baterai atau fasilitas penyimpanan energi listrik lainnya, dan yang lahannya disediakan oleh pemerintah atau oleh pihak yang menggunakan lahannya sendiri;
  10. PLTBm atau PLTBg;
  11. dan PLTA yang berfungsi sebagai peaker, PLT BBN atau PLT Energi Laut.
  12. Milik Pemerintah[6]:

Pembelian dengan Penunjukan langsung untuk pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero); dengan persetujuan harga dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

C. Dukungan Pemerintah

Pemerintah memberikan dukungan dalam melaksanakan pengembangan pembangkit Tenaga Listrik yang memanfaatkan sumber Energi Terbarukan kepada badan usaha berupa[7]:  

  1. Insentif fiskal yang berkaitan dengan pajak penghasilan, bea masuk, pajak bumi dan bangunan, dukungan pengembangan panas bumi serta fasilitas pembiayaan dan/atau penjaminan; dan
  2. Insentif nonfiskal, yang dapat diberikan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Disatu sisi, terdapat berbagai kementerian dan lembaga pemerintah yang berpartisipatif terkait pembangunan Pembangkit Listrik Energi Terbarukan, diantaranya[8]:

  1. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dengan memberikan kemudahan perizinan dan prioritas penggunaan energi terbarukan dalam perencanaan peruntukan tata ruang nasional.
  2. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mempermudah perizinan terkait penggunaan lahan di kawasan hutan dan keringanan biaya untuk pengembangan energi terbarukan.
  3. Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), mempermudah perizinan pengembangan energi terbarukan di tingkat pusat dan daerah.
  4. Pembinaan & Pengawasan

PT PLN (Persero) harus memberikan laporan Pembelian Tenaga Listrik Energi Terbarukan kepada Menteri paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah penandatanganan PJBL dengan dilengkapi dokumen berupa[9]:

  1. nomor induk berusaha PPL (Pengembang Pembangkit Listrik); dan
  2. struktur biaya dan financial model harga Tenaga Listrik setiap pembangkit.

Disatu sisi PT PLN (Persero) memberikan laporan atas kemajuan pelaksanaan pembangunan dan capaian tingkat penggunaan produk dalam negeri pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber Energi Terbarukan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral setiap 6 (enam) bulan.[10]

Perpres ini hadir sebagai penunjang komitmen pemerintah dalam Konvensi Paris terkhusus pada komitmen penurunan Gas Rumah Kaca. Perpres ini dibentuk sebagai dasar percepatan Energi Baru Terbarukan agar lebih komprehensif serta menjamin kepastian hukum, sehingga dapat menarik investasi hijau dalam percepatan pembangkit energi terkhusus pada bauran energi terbarukan.


[1] Pasal 2 Perpres 112/22

[2] Ibid, Pasal 3 Ayat (4)

[3] Ibid, Pasal 3 Ayat (7)

[4] Ibid, Pasal 4

[5] Ibid, Pasal 14

[6] Ibid, Pasal 20 ayat (1) dan (2)

[7] Ibid, Pasal 22

[8] Ibid, Pasal 23

[9] Ibid, Pasal 29 Ayat (1)

[10] Ibid Pasal 29 Ayat (2)

More To Explore

KEUNGGULAN PENGGUNAAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK

Author        : Kenzo Galatica Mulyadi Editor         : Al-Qadri Rahman, S.H Perkembangan teknologi yang berkembang pesat mempermudah manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Tanda Tangan Elektronik merupakan