Author: Rafisya
Editor : Joseph Fajar Simatupang, S.H.
Dalam upaya meningkatkan kepastian hukum serta pelayanan di bidang kepabeanan, Menteri Keuangan (“Menteri”) telah menerbitkan Peraturan No. 155/PMK.04/2022 tentang Ketentuan Kepabeanan Di Bidang Ekspor (“Peraturan 155/2022). ”). Pada saat mulai berlaku, Peraturan 155/2022 akan mencabut dan mengganti perangkat hukum berikut secara bersamaan:[1]
- Peraturan Menteri Nomor 145/PMK.04/2007 yang berjudul sama dengan Peraturan Menteri 155/2022 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Nomor 21/PMK.04/2019 (bersama-sama disebut sebagai “Peraturan 145/2007”);[2] dan
- Ketentuan ekspor tenaga listrik, barang cair atau gas (secara bersama-sama disebut “Barang Tidak Berwujud”), sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 27/PMK.04/2008 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Tenaga Listrik, Barang Cair atau Gas Melalui Jaringan Transmisi atau Pipa (“Peraturan 27/2008”).
Dengan latar belakang di atas, Edisi Indonesian Legal Brief (“ILB”) kali ini akan mencoba meringkas ketentuan baru yang diatur dalam Peraturan 155/2022 dan akan memberikan perbandingan dengan kerangka Peraturan 145/2007 sebelumnya, serta dengan ketentuan yang mengatur ekspor Barang Tidak Berwujud, sebagaimana diatur dalam Peraturan 27/2008. Analisis kami akan membahas area spesifik berikut:
- Pemberitahuan ekspor pabean (“Pemberitahuan”);
- konsolidasi barang ekspor; dan
- Inspeksi Pabean (“Inspeksi”).
PEMBERITAHUAN
- Pada intinya, Pemberitahuan yang ditujukan untuk ekspor barang harus disampaikan oleh eksportir yang bersangkutan (atau dapat dilimpahkan kepada Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan [PPJK]) ke kantor pabean (“Kantor”) melalui Computerized Services. System (Sistem Komputer Pelayanan – “SKP”).[3] Ruang lingkup barang ekspor yang termasuk dalam kewajiban tersebut di atas, serta pengecualian yang ada, diuraikan dalam tabel di bawah ini:
ASPECT | KETERANGAN |
Barang yang wajib disampaikan Pemberitahuannya[4] | Mencakup: barang yang akan diekspor;barang yang pemberitahuan impor sementaranya disampaikan pada saat impor;Barang yang akan diimpor kembali; atauBarang-barang yang telah dikenakan bea ekspor (“Tugas”) yang melebihi pembebasan bea yang berlaku yang ditetapkan berdasarkan undang-undang dan peraturan yang relevan. |
Barang yang dikecualikan dari kewajiban Pemberitahuan[5] | Mencakup: Barang-barang pribadi penumpang;Barang-barang milik awak pengangkut;barang lintas batas; atauKiriman dengan berat tidak lebih dari 30 kg. |
Adapun Peraturan 155/2022 juga menetapkan klasifikasi baru notifikasi ekspor, sebagaimana dirinci dalam tabel berikut:
Klasifikasi[6] | Barang | Jangka Waktu Penyampaian[7] |
Setiap Pengeksporan | Barang-barang pada umumnya yang masuk dalam kategori Wajib Pemberitahuan sebagaimana diuraikan di atas. | Sebagai berikut: Setidaknya tujuh hari sebelum perkiraan tanggal ekspor; dan sebelum barang ekspor tersebut masuk ke daerah muat daerah pabean dan cukai yang bersangkutan (“Daerah Pabean”). Atau, Pemberitahuan tersebut dapat juga disampaikan selambat-lambatnya pada saat pemberangkatan alat angkut yang bersangkutan, khusus untuk pengeluaran jenis-jenis barang sebagai berikut: barang curah;Kendaraan Bermotor Completely Built-Up (CBU) tanpa kontainer; ataubarang yang dimuat di luar Daerah Pabean yang bersangkutan dengan izin Kepala Kantor. |
Secara Berkala | Barang Tidak Berwujud yang diangkut melalui jaringan transmisi atau pipa.[8] | Dalam satu bulan secara periodik. |
Sebagai perbandingan, Notifikasi berkala, seperti diuraikan di atas, tidak ditampilkan di bawah kerangka Kemenkeu 145/2007 sebelumnya.[9] Sebelumnya, PP 27/2008 menyebutkan Pemberitahuan Barang Tidak Berwujud untuk ekspor harus disampaikan secara berkala ke Dinas sesuai dengan alat ukur pengawasan. Namun, hal ini tidak lagi diatur dalam Peraturan 155/2022.[10]
Konsolidasi Barang Ekspor
Secara garis besar, konsolidasi dapat dilakukan terkait barang ekspor.[11] Rincian pelaksanaan konsolidasi tersebut, sebagaimana diatur dalam Peraturan 155/2022, diuraikan sebagai berikut:
Aspect | Keterangan |
Barang ekspor yang harus dilakukan Pemeriksaan fisik[12] | Konsolidasi barang ekspor harus dilakukan sebelum Pemeriksaan. |
Pelaksana[13] | Meliputi: Konsolidator;Eksportir yang bersangkutan; atauEksportir dalam satu kelompok perusahaan. |
Lokasi konsolidasi[14] | Diluar Kawasan Pabean. |
Barang ekspor yang berasal dari gudang atau lapangan yang terkonsolidasi (“Wilayah Konsolidasi”)[15] | Dapat dilakukan karantina sebelum dikonsolidasikan. |
Barang Ekspor yang Pemberitahuannya telah diajukan[16] | Harus melakukan tindakan berikut setelah Pemberitahuan konsolidasi dibatalkan: Pengeluaran dari Wilayah Konsolidasi untuk dibatalkan ekpornya; dan/atauEkspor melalui konsolidator lainnya. |
Sebagai perbandingan, beberapa aspek terkait konsolidasi yang diuraikan di atas tidak diatur dalam Permenkeu 145/2007, yang hanya membahas lokasi dan pelaksana yang tersedia.[17]
Pemeriksaan
Secara umum, Pemeriksaan akan dilakukan sehubungan dengan dokumen yang menyangkut barang ekspor yang kemungkinan akan dilakukan Pemeriksaan fisik dalam kondisi tertentu. Rincian berbagai objek yang termasuk dalam dua klasifikasi Pemeriksaan ini diuraikan dalam tabel berikut:
Pemeriksaan Dokumen | Pemeriksaan Fisik |
Meliputi:[18] Kelengkapan data Pemberitahuan dan dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan (misalnya invoices, packing list, bill of lading/airway bill.[19] dan dokumen lain yang diwajibkan);Kebenaran perhitungan Bea, yang tercantum dalam bukti terkait (untuk barang ekspor yang dikenakan Bea);Pemenuhan ketentuan umum di bidang ekspor; danPemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan yang berlaku. | Hanya dilakukan sehubungan dengan barang ekspor yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:[20] Yang akan diimpor kembali;Ditujukan untuk diekspor kembali pada saat impornya;Telah mendapatkan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE);Yang dikenakan Bea;Berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh lembaga terkait atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (“Direktorat Jenderal”);Hasil pengawasan yang menunjukkan bahwa barang-barang tersebut rentan terjadi pelanggaran terhadap peraturan terkait; atauBarang ekspor yang tidak termasuk dalam klasifikasi di atas tetapi telah ditentukan berdasarkan hasil penilaian manajemen risiko . |
Dalam hal Pemeriksaan fisik, eksportir atau PPJK yang disewa harus diberitahukan tentang pemeriksaan tersebut oleh pejabat Direktorat Jenderal dan/atau SKP dan selanjutnya harus melaksanakan hal-hal sebagai berikut:[21]
- Menyiapkan dan menyerahkan barang ekspor yang bersangkutan untuk dilakukan Pemeriksaan;
- Membuka penutup, peti kemas atau kemasan barang ekspor yang dilakukan Pemeriksaan; dan
- Terlibat dalam pengawasan saat Inspeksi sedang dilakukan.
Perlu diperhatikan bahwa ekspor barang yang dilarang/dibatasi hanya dapat diekspor setelah memenuhi persyaratan terkait, sebagaimana ditentukan oleh instansi terkait. Sementara itu, eksportir tersebut bertanggung jawab atas segala akibat yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut.[22] Dalam melakukan ekspor, eksportir harus menyatakan dalam Pemberitahuan yang bersangkutan bahwa barang tersebut termasuk dalam klasifikasi yang dilarang/dibatasi.[23]
Sebagai perbandingan, kewajiban tersebut di atas untuk mengumumkan barang-barang yang dilarang/dibatasi dan tindakan terkait yang harus dilakukan oleh eksportir atau PPJK yang disewa setelah mereka diberitahu tentang Pemeriksaan fisik yang akan datang tidak termasuk dalam kerangka Peraturan 145/2007 sebelumnya.
[1] Pasal. 38, Kemenkeu 155/2022.
[2] Perubahan Ketiga Permenkeu 145/2007 dibahas dalam ILB No. 3591.
[3] Pasal 2 (1), (6) dan (8), Permenkeu 155/2022.
[4] Pasal 2 (1 – 2), Permenkeu 155/2022.
[5] Pasal 5 (1), Permenkeu 155/2022.
[6] Pasal 2 (3), Permenkeu 155/2022.
[7] Pasal 2 (5 – 7), Permenkeu 155/2022.
[8] Pasal 2 (4), Permenkeu 155/2022
[9] Bandingkan Pasal 2, Permenkeu 145/2007 dengan Pasal 2, Permenkeu 155/2022.
[10] Pasal 2 – 3, Permenkeu 27/2008.
[11] Pasal 6 (1), Permenkeu 155/2022.
[12] Pasal 6 (2), Permenkeu 155/2022.
[13] Pasal 6 (5), Permenkeu 155/2022
[14] Pasal 6 (6), Permenkeu 155/2022.
[15] Pasal 6 (7), Permenkeu 155/2022.
[16] Pasal 6 (9), Permenkeu 155/2022.
[17] Bandingkan Pasal 6, Permenkeu 145/2007 dengan Pasal 6, Permenkeu 155/2022.
[18] Pasal 12 (3 – 4), Permenkeu 155/2022
[19] Data terkait bills of lading/airway bills harus dilengkapi sebagai bagian dari Pemberitahuan dalam waktu tiga hari sejak keberangkatan sarana pengangkut, lihat Pasal 12 (5), Permenkeu 155/2022.
[20] Pasal 13 (2), Permenkeu 155/2022.
[21] Pasal 13 (5 – 6), Permenkeu 155/2022.
[22] Pasal 14 (1 – 2), Permenkeu 155/2022.
[23] Pasal 14 (3), Permenkeu 155/2022.